Jumat, 13 April 2012

Lagu Indonesia Raya

LAGU KEBANGSAAN INDONESIA RAYA

Lagu Kebangsaan Indonesia Raya diatur dengan UU Nomor : 24 tahun 2009 Tentang bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan. Lagu Kebangsaan adalah Indonesia Raya yang digubah oleh Wage Rudolf Supratman.


Penggunaan Lagu Kebangsaan
(1) Lagu Kebangsaan wajib diperdengarkan dan/atau dinyanyikan untuk :
a. Menghormati presiden dan/atau wakil presiden;
b. Menghormati bendera negara pada waktu pengibaran atau penurunan bendera negara yang diadakan dalam upacara;
c. Dalam acara resmi yang diselenggarakan oleh pemerintah;
d. Dalam acara pembukaan sidang paripurna majelis permusyawaratan rakyat, dewan perwakilan rakyat, dewan perwakilan rakyat daerah dan dewan perwakilan daerah;
e. Menghormati kepala negara atau kepala pemerintahan negara sahabat dalam kunjungan resmi;
f. Dalam acara atau kegiatan olahraga internasional; dan
g.Dalam acara ataupun kompetisi ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni internasional yang diselenggarakan di indonesia.

(2) Lagu Kebangsaan dapat diperdengarkan dan/atau dinyanyikan:
a. Sebagai pernyataan rasa kebangsaan;
b. Dalam rangkaian program pendidikan dan pengajaran;
c. Dalam acara resmi lainnya yang diselenggarakan oleh organisasi, partai politik, dan kelompok masyarakat lain; dan/atau
d. Dalam acara ataupun kompetisi ilmu pengetahuan, teknologi dan seni internasional.

Tata Cara Penggunaan Lagu Kebangsaan
a. Lagu Kebangsaan dapat dinyanyikan dengan diiringi alat musik, tanpa diiringi alat musik, ataupun diperdengarkan secara instrumental.
b. Lagu Kebangsaan yang diiringi alat musik, dinyanyikan lengkap satu strofe, dengan satu kali ulangan pada refrein.
c. Lagu Kebangsaan yang tidak diiringi alat musik, dinyanyikan lengkap satu stanza pertama, dengan satu kali ulangan pada bait ketiga stanza pertama.
d. Apabila Lagu Kebangsaan dinyanyikan lengkap tiga stanza, bait ketiga pada stanza kedua dan stanza ketiga dinyanyikan ulang satu kali.
e. Setiap orang yang hadir pada saat Lagu Kebangsaan diperdengarkan dan/atau dinyanyikan, wajib berdiri tegak dengan sikap hormat.
f. Dalam hal Presiden atau Wakil Presiden Republik Indonesia menerima kunjungan kepala negara atau kepala pemerintahan negara lain, lagu kebangsaan negara lain diperdengarkan lebih dahulu, selanjutnya Lagu Kebangsaan Indonesia Raya. Dalam hal Presiden Republik Indonesia menerima duta besar negara lain dalam upacara penyerahan surat kepercayaan, lagu kebangsaan negara lain diperdengarkan pada saat duta besar negara lain tiba, dan Lagu Kebangsaan Indonesia Raya diperdengarkan pada saat duta besar negara lain akan meninggalkan istana.

Larangan
Setiap orang dilarang:
a. Mengubah Lagu Kebangsaan dengan nada, irama, katakata, dan gubahan lain dengan maksud untuk menghina atau merendahkan kehormatan Lagu Kebangsaan;
b. Memperdengarkan, menyanyikan, ataupun menyebarluaskan hasil ubahan Lagu Kebangsaan dengan maksud untuk tujuan komersial; atau
c. Menggunakan Lagu Kebangsaan untuk iklan dengan maksud untuk tujuan komersial.

Rabu, 11 April 2012




Sejarah Bendera merah Putih

Warna merah-putih bendera negara diambil dari warna Kerajaan Majapahit. Sebenarnya tidak hanya kerajaan Majapahit saja yang memakai bendera merah putih sebagai lambang kebesaran. Sebelum Majapahit, kerajaan Kediri telah memakai panji-panji merah putih. Selain itu, bendera perang Sisingamangaraja IX dari tanah Batak pun memakai warna merah putih sebagai warna benderanya , bergambar pedang kembar warna putih dengan dasar merah menyala dan putih. Warna merah dan putih ini adalah bendera perang Sisingamangaraja XII. Dua pedang kembar melambangkan piso gaja dompak, pusaka raja-raja Sisingamangaraja I-XII. Ketika terjadi perang di Aceh, pejuang – pejuang Aceh telah menggunakan bendera perang berupa umbul-umbul dengan warna merah dan putih, di bagian belakang diaplikasikan gambar pedang, bulan sabit, matahari, dan bintang serta beberapa ayat suci Al Quran. Di zaman kerajaan Bugis Bone,Sulawesi Selatan sebelum Arung Palakka, bendera Merah Putih, adalah simbol kekuasaan dan kebesaran kerajaan Bone.Bendera Bone itu dikenal dengan nama Woromporang.
Pada waktu perang Jawa (1825-1830 M) Pangeran Diponegoro memakai panji-panji berwarna merah putih dalam perjuangannya melawan Belanda. Kemudian, warna-warna yang dihidupkan kembali oleh para mahasiswa dan kemudian nasionalis di awal abad 20 sebagai ekspresi nasionalisme terhadap Belanda. Bendera merah putih digunakan untuk pertama kalinya di Jawa pada tahun 1928. Di bawah pemerintahan kolonialisme, bendera itu dilarang digunakan. Sistem ini diadopsi sebagai bendera nasional pada tanggal 17 Agustus 1945, ketika kemerdekaan diumumkan dan telah digunakan sejak saat itu pula.

Arti Warna Bendera Merah Putih

Bendera Indonesia memiliki makna filosofis. Merah berarti berani, putih berarti suci. Merah melambangkan tubuh manusia, sedangkan putih melambangkan jiwa manusia. Keduanya saling melengkapi dan menyempurnakan untuk Indonesia.
Ditinjau dari segi sejarah, sejak dahulu kala kedua warna merah dan putih mengandung makna yang suci. Warna merah mirip dengan warna gula jawa/gula aren dan warna putih mirip dengan warna nasi. Kedua bahan ini adalah bahan utama dalam masakan Indonesia, terutama di pulau Jawa. Ketika Kerajaan Majapahit berjaya di Nusantara, warna panji-panji yang digunakan adalah merah dan putih (umbul-umbul abang putih). Sejak dulu warna merah dan putih ini oleh orang Jawa digunakan untuk upacara selamatan kandungan bayi sesudah berusia empat bulan di dalam rahim berupa bubur yang diberi pewarna merah sebagian. Orang Jawa percaya bahwa kehamilan dimulai sejak bersatunya unsur merah sebagai lambang ibu, yaitu darah yang tumpah ketika sang jabang bayi lahir, dan unsur putih sebagai lambang ayah, yang ditanam di gua garba

Peraturan tentang Bendera Merah Putih

Bendera negara diatur menurut UUD '45 pasal 35
UU No 24/2009,dan
Peraturan Pemerintah No.40/1958 tentang Bendera Kebangsaan Republik Indonesia

Bendera Negara dibuat dari kain yang warnanya tidak luntur dan dengan ketentuan ukuran:
1.200 cm x 300 cm untuk penggunaan di lapangan istana kepresidenan;
2.120 cm x 180 cm untuk penggunaan di lapangan umum;
3.100 cm x 150 cm untuk penggunaan di ruangan;
4.36 cm x 54 cm untuk penggunaan di mobil Presiden dan Wakil Presiden;
5.30 cm x 45 cm untuk penggunaan di mobil pejabat negara;
6.20 cm x 30 cm untuk penggunaan di kendaraan umum;
7.100 cm x 150 cm untuk penggunaan di kapal;
8.100 cm x 150 cm untuk penggunaan di kereta api;
9.30 cm x 45 cm untuk penggunaan di pesawat udara;dan
10.10 cm x 15 cm untuk penggunaan di meja.
Pengibaran dan/atau pemasangan Bendera Negara dilakukan pada waktu antara matahari terbit hingga matahari terbenam. Dalam keadaan tertentu, dapat dilakukan pada malam hari.
Bendera Negara wajib dikibarkan pada setiap peringatan Hari Kemerdekaan Bangsa Indonesia tanggal 17 Agustus oleh warga negara yang menguasai hak penggunaan rumah, gedung atau kantor, satuan pendidikan, transportasi umum, dan transportasi pribadi di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan di kantor perwakilan Republik Indonesia di luar negeri.

Bendera Negara wajib dikibarkan setiap hari di:
1.istana Presiden dan Wakil Presiden;
2.gedung atau kantor lembaga negara;
3.gedung atau kantor lembaga pemerintah;
4.gedung atau kantor lembaga pemerintah nonkementerian;
5.gedung atau kantor lembaga pemerintah daerah;
6.gedung atau kantor dewan perwakilan rakyat daerah;
7.gedung atau kantor perwakilan Republik Indonesia di luar negeri;
8.gedung atau halaman satuan pendidikan;
9.gedung atau kantor swasta;
10.rumah jabatan Presiden dan Wakil Presiden;
11.rumah jabatan pimpinan lembaga negara;
12.rumah jabatan menteri;
13.rumah jabatan pimpinan lembaga pemerintahan nonkementerian;
14.rumah jabatan gubernur, bupati, walikota, dan camat;
15.gedung atau kantor atau rumah jabatan lain;
16.pos perbatasan dan pulau-pulau terluar di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;
17.lingkungan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Republik Indonesia; dan
18.taman makam pahlawan nasional.

Bendera Negara sebagai penutup peti atau usungan jenazah dapat dipasang pada peti atau usungan jenazah Presiden atau Wakil Presiden, mantan Presiden atau mantan Wakil Presiden, anggota lembaga negara, menteri atau pejabat setingkat menteri, kepala daerah, anggota dewan perwakilan rakyat daerah, kepala perwakilan diplomatik, anggota Tentara Nasional Indonesia, anggota Kepolisian Republik Indonesia yang meninggal dalam tugas, dan/atau warga negara Indonesia yang berjasa bagi bangsa dan negara.
Bendera Negara yang dikibarkan pada Proklamasi Kemerdekaan Bangsa Indonesia tanggal 17 Agustus 1945 di Jalan Pegangsaan Timur Nomor 56 Jakarta disebut Bendera Pusaka Sang Saka Merah Putih. Bendera Pusaka Sang Saka Merah Putih disimpan dan dipelihara di Monumen Nasional Jakarta.
Setiap orang dilarang:
1.merusak, merobek, menginjak-injak, membakar, atau melakukan perbuatan lain dengan maksud menodai, menghina, atau merendahkan kehormatan Bendera Negara;
2.memakai Bendera Negara untuk reklame atau iklan komersial;
3.mengibarkan Bendera Negara yang rusak, robek, luntur, kusut, atau kusam;
4.mencetak, menyulam, dan menulis huruf, angka, gambar atau tanda lain dan memasang lencana atau benda apapun pada Bendera Negara; dan
5.memakai Bendera Negara untuk langit-langit, atap, pembungkus barang, dan tutup barang yang dapat menurunkan kehormatan Bendera Negara.

Tata Cara Penggunaan Lambang Negara

Tata Cara penggunaan Lambang Negara Garuda Pancasila

Tata cara penggunaan Lambang Negara Garuda Pancasila diatur dalam PP 43/1958 yang disahkan oleh Presiden Soekarno dan Perdana Menteri Djuanda pada tanggal 26 Juni 1958. Berikut ini adalah tata cara penggunaan Lambang Negara menurut PP tersebut :
1. Lambang Negara dapat digunakan pada:
a. Gedung-gedung negeri di sebelah dan/atau dalam.
b. Kapal-kapal pemerintah yang digunakan untuk keperluan dinas.
c. Paspor.
d. Tiap-tiap nomor Lembaran Negara dan Berita Negara Republik Indonesia serta tambahan-tambahannya pada halaman pertama di bagian tengah atas.
e. Surat jabatan presiden, wakil presiden, menteri, ketua MPR/DPR, ketua MA, jaksa agung, ketua BPK, gubernur kepala daerah, dan notaris.
f. Mata uang logam atau kertas.
g. Kertas bermeterai dan meterainya.
h. Surat ijazah negara.
i. Barang-barang negara di rumah jabatan presiden, wakil presiden, dan menteri luar negeri.
j. Pakaian resmi yang dianggap perlu oleh pemerintah.
k. Buku-buku dan majalah-majalah yang diterbitkan oleh pemerintah pusat.
l. Buku kumpulan undang-undang yang diterbitkan oleh pemerintah dan, dengan izin pemerintah, buku kumpulan undang-undang yang diterbitkan oleh partikelir.
m. Surat-surat kapal dan barang-barang lain dengan izin menteri yang bersangkutan.
n. Tempat diadakannya acara-acara resmi yang diselenggarakan oleh pemerintah.
o. Gapura dan bangunan-bangunan lain yang pantas.
p. Panji-panji dan bendera-bendera jabatan sesuai dengan aturan pada PP 20/1955 dan PP 42/1958.
2. Penggunaan Lambang Negara di luar gedung hanya dibolehkan pada:
a. Rumah jabatan presiden, wakil presiden, menteri, dan gubernur kepala daerah.
b. Gedung-gedung kepresidenan, kementerian, MPR/DPR, Mahkamah Agung, Kejaksaan Agung, dan Badan Pengawas Keuangan.
3. Penggunaan di dalam gedung diharuskan pada tiap-tiap:
a. Kantor kepala daerah.
b. Ruang sidang MPR/DPR.
c. Ruang sidang pengadilan.
d. Markas angkatan bersenjata.
e. Kantor kepolisian negara.
f. Kantor imigrasi.
g. Kantor bea dan cukai.
4. Lambang Negara yang dipasang di gedung harus mempunyai ukuran yang pantas dan sesuai dengan besar kecilnya gedung, ruangan, atau kapal di mana Lambang Negara dipasang, dan harus dipasang pada tempat yang pantas dan menarik perhatian.
5. Jika Lambang Negara yang digunakan hanya mengandung satu warna, maka warna itu harus layak dan pantas. Dan jika mengandung lebih dari satu warna, maka warna-warna itu harus sesuai dengan yang dimaksud dalam PP 66/1951.
6. Apabila Lambang Negara ditempatkan bersama-sama dengan gambar presiden dan wakil presiden, maka Lambang Negara itu harus diberi tempat yang paling sedikit sama utamanya.
7. Cap dengan Lambang Negara di dalamnya HANYA DIPERBOLEHKAN untuk cap jabatan Presiden, Wakil Presiden, Menteri, Ketua MPR/DPR, Ketua MA, Jaksa Agung, Ketua BPK, Kepala daerah, dan Notaris (Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1958).
8. Lambang Negara dapat digunakan sebagai lencana oleh Warga Negara Indonesia di luar negeri. Jika digunakan sebagai lencana, lambang itu harus dipasang di dada, sebelah kiri-atas.
9. Lambang Negara DILARANG digunakan jika bertentangan dengan aturan-aturan yang telah ditetapkan.
10. Pada Lambang Negara, DILARANG menaruh huruf, kalimat, angka, gambar, atau tanda-tanda lain selain yang telah diatur dalam PP 66/1951 (PERATURAN PEMERINTAH TENTANG LAMBANG NEGARA).
11. Lambang Negara DILARANG digunakan sebagai perhiasan, cap atau logo dagang, reklame perdagangan, atau propaganda politik dengan cara apa pun juga.
12. Lambang untuk perseorangan, perkumpulan, organisasi, partikelir, atau perusahaan tidak boleh sama atau pada pokoknya menyerupai Lambang Negara.
13. Penggunaan Lambang Negara di negara asing dilakukan menurut peraturan atau kebiasaan tentang penggunaan lambang kebangsaan asing yang berlaku di negara itu.
14. Barang siapa yang melanggar ketentuan-ketentuan penggunaan Lambang Negara dihukum dengan hukuman kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp 500,00 (lima ratus rupiah).
(PP 66 tahun 1951) PERATURAN PEMERINTAH TENTANG LAMBANG NEGARA :
Pasal 1.
Lambang Negara Republik Indonesia terbagi atas tiga bagian, yaitu :
1. Burung garuda, yang menengok dengan kepalanya lurus ke sebelah kanannya;
2. Perisai berupa jantung yang digantung dengan rantai pada leher garuda;
3. Semboyan ditulis di atas pita yang dicengkeram oleh garuda.
Pasal 2.
Perbandingan-perbandingan ukuran adalah menurut gambar tersebut dalam pasal 6. Warna terutama yang dipakai adalah tiga, yaitu merah, putih, dan kuning emas, sedang dipakai pula warna hitam dan warna yang sebenarnya dalam alam.
Warna emas dipakai untuk seluruh burung garuda, dan merah-putih didapat pada ruangan perisai di tengah-tengah.
Pasal 3.
Garuda yang digantungi perisai dengan memakai paruh, sayap, ekor dan cakar mewujudkan lambang tenaga pembangun. Sayap garuda berbulu 17 dan ekornya berbulu 8. *11933 warna, perbandingan-perbandingan ukuran dan bentuk garuda adalah seperti dilukiskan dalam gambar tersebut dalam pasal 6.
Pasal 4.
Di tengah-tengah perisai, yang berbentuk jantung itu, terdapat sebuah garis hitam tebal yang maksudnya melukiskan katulistiwa (aequator). Lima buah ruang pada perisai itu masing-masing mewujudkan dasar Pancasila :
I. Dasar Ketuhanan Yang Maha Esa terlukis dengan nur cahaya di ruangan tengah berbentuk bintang yang bersudut lima.
II. Dasar Kerakyatan dilukiskan kepala banteng sebagai lambang tenaga rakyat.
III. Dasar Kebangsaan dilukiskan dengan pohon beringin, tempat berlindung.
IV. Dasar Peri Kemanusiaan dilukiskan dengan tali rantai bermata bulatan dan persegi.
V. Dasar Keadilan Sosial dilukiskan dengan kapas dan padi, sebagai tanda tujuan kemakmuran.
Pasal 5.
Di bawah lambang tertulis dengan huruf latin sebuah semboyan dalam bahasa Jawa-Kuno, yang berbunyi: BHINNEKA TUNGGAL IKA.
Pasal 6.
Bentuk, warna dan perbandingan ukuran Lambang Negara Republik Indonesia adalah seperti terlukis dalam lampiran pada Peraturan Pemerintah ini.
Pasal 7.
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal 17 Agustus 1950. Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 17 Oktober 1951.
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
SOEKARNO.
PERDANA MENTERI,
SUKIMAN WIRJOSANDJOJO
Diundangkan pada tanggal 28 Nopember 1951. MENTERI KEHAKIMAN, MOEHAMMAD NASROEN.
PENJELASAN *11934 ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 66 TAHUN 1951 TENTANG LAMBANG NEGARA.
Tata Cara Penggunaan Lambang Negara Garuda Pancasila.doc
Tata Cara Penggunaan Lambang Negara Garuda Pancasila.ppt
Tata Cara Penggunaan Lambang Negara Garuda Pancasila.ps

PP Lambang Daerah

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 77 TAHUN 2007
TENTANG
LAMBANG DAERAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang:
a. bahwa dalam menyelenggarakan otonomi daerah, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota dapat membentuk lambang daerah;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 2 ayat (3) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua dan Pasal 246 ayat (4) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Lambang Daerah;

Mengingat:
1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 135, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4151);
3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005, tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548);
4. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4633);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 1958 tentang Panji dan Bendera Jabatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1635);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1958 tentang Penggunaan Lambang Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor 71, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1636);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan:
PERATURAN PEMERINTAH TENTANG LAMBANG DAERAH.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
1. Bendera Negara adalah Sang Merah Putih.
2. Lambang Negara adalah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika.
3. Lagu Kebangsaan adalah Indonesia Raya.
4. Lambang Daerah adalah panji kebesaran dan simbol kultural bagi masyarakat daerah yang mencerminkan kekhasan daerah dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
5. Pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
6. Menteri adalah Menteri Dalam Negeri.
7. Pemerintah daerah adalah gubernur, bupati atau walikota dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
8. Kepala daerah adalah gubernur bagi daerah provinsi atau bupati bagi daerah kabupaten atau walikota bagi daerah kota.
9. Daerah adalah provinsi, kabupaten, dan kota.
10. Satuan Kerja Perangkat Daerah adalah perangkat daerah yang terdiri dari Sekretariat Daerah, Sekretariat DPRD, Dinas Daerah dan Lembaga Teknis Daerah.

BAB II
JENIS LAMBANG DAERAH

Pasal 2

Lambang daerah meliputi:
a. logo;
b. bendera;
c. bendera jabatan kepala daerah; dan
d. himne.

BAB III
KEDUDUKAN DAN FUNGSI

Pasal 3

(1) Lambang daerah berkedudukan sebagai tanda identitas daerah.
(2) Lambang daerah berfungsi sebagai pengikat kesatuan sosial budaya masyarakat daerah dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pasal 4

Lambang daerah bukan merupakan simbol kedaulatan daerah.
Pasal 5

Lambang daerah ditetapkan dengan peraturan daerah.

BAB IV
DESAIN LAMBANG DAERAH

Pasal 6

(1) Desain bendera daerah berbentuk segi empat panjang dengan ukuran panjang dan lebar 3 (tiga) berbanding 2 (dua) yang memuat logo daerah.
(2) Desain logo daerah disesuaikan dengan isi logo yang menggambarkan potensi daerah, harapan masyarakat daerah, serta semboyan untuk mewujudkan harapan tersebut.
(3) Desain logo dan bendera daerah tidak boleh mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan desain logo dan bendera daerah lain, partai politik, organisasi kemasyarakatan, atau negara lain.
(4) Desain logo dan bendera daerah tidak boleh mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan desain logo dan bendera organisasi terlarang atau organisasi/ perkumpulan/ lembaga/gerakan separatis dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pasal 7

(1) Desain bendera jabatan kepala daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf c berbentuk segi empat panjang, yang panjangnya 30 (tiga puluh) sentimeter dan lebarnya 20 (dua puluh) sentimeter dan di tengah-tengahnya terdapat gambar lambang negara dengan warna dasar biru.
(2) Gambar lambang negara pada bendera jabatan kepala daerah, untuk gubernur berwarna emas dengan pinggiran berwarna emas dan untuk bupati/walikota berwarna perak dengan pinggiran berwarna perak.

Pasal 8

(1) Himne daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf d berbentuk puisi atau syair yang isinya mengajak masyarakat untuk membangun daerah, melestarikan budaya, menjaga persatuan, kesatuan dan kerukunan nasional, serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
(2) Puisi atau syair himne daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak boleh bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta mempertentangkan suku, agama, ras dan antar golongan.
(3) Puisi atau syair himne daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan puisi atau syair himne organisasi terlarang atau organisasi/perkumpulan/lembaga/gerakan separatis.

(4) Lagu daerah dapat ditetapkan menjadi himne daerah dengan memperhatikan ketentuan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
(5) Puisi atau syair himne daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menggunakan bahasa daerah atau bahasa Indonesia.
(6) Dalam hal puisi atau syair himne daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) menggunakan bahasa daerah, terjemahan dalam bahasa Indonesia disertakan dalam penetapan peraturan daerah tentang himne daerah.

BAB V
PENGGUNAAN DAN PENEMPATAN

Pasal 9

(1) Logo daerah dapat digunakan pada bangunan resmi pemerintahan daerah, gapura, tanda batas antarprovinsi, kabupaten dan kota, kop surat, stempel satuan kerja perangkat daerah, kantor kecamatan atau nama lainnya dan kantor kelurahan/desa atau nama lainnya, serta sebagai lencana atau gambar dan/atau kelengkapan busana.
(2) Logo daerah tidak digunakan pada pertemuan resmi kepala daerah dengan mitra kerja/badan/lembaga dari luar negeri.
(3) Logo daerah tidak digunakan pada dokumen perjanjian yang akan ditandatangani oleh kepala daerah dengan mitra kerja/badan/lembaga dari luar negeri.

Pasal 10

(1) Bendera daerah dapat digunakan sebagai pendamping bendera negara pada bangunan resmi pemerintahan daerah, gapura, perbatasan antarprovinsi, kabupaten dan kota, serta sebagai lencana atau gambar dan/atau kelengkapan busana.
(2) Bendera daerah yang digunakan sebagai pendamping bendera negara, ukurannya tidak boleh sama atau lebih besar dari bendera negara.
(3) Bendera daerah dapat digunakan dan ditempatkan dalam pertemuan resmi kepala daerah dengan mitra kerja/badan/ lembaga dari luar negeri.
(4) Penggunaan dan penempatan bendera daerah dalam pertemuan resmi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan sebagai pendamping bendera negara.

Pasal 11

(1) Bendera jabatan kepala daerah ditempatkan pada kendaraan dinas/resmi kepala daerah di luar bagian depan di tengah-tengah.
(2) Bendera jabatan kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan hanya pada upacara hari-hari besar kenegaraan di daerah dan upacara hari ulang tahun daerah.



Pasal 12

(1) Himne daerah sebagai simbol seni budaya daerah dapat diperdengarkan setelah lagu kebangsaan Indonesia Raya pada upacara hari-hari besar kenegaraan di daerah dan upacara hari ulang tahun daerah.
(2) Himne daerah tidak diperdengarkan pada pertemuan resmi kepala daerah dengan mitra kerja/badan/lembaga dari luar negeri.

Pasal 13

(1) Logo daerah yang digunakan pada bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dapat ditempatkan di bagian luar dan/atau di bagian dalam bangunan resmi pemerintahan daerah.
(2) Penempatan logo daerah di bagian luar bangunan resmi pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan pada papan nama:
a. kantor kepala daerah;
b. kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Majelis Rakyat Papua, Dewan Perwakilan Rakyat Papua, Majelis Permusyawaratan Ulama di Aceh, Dewan Perwakilan Rakyat Aceh, dan Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten/Kota di Aceh;
c. kantor satuan kerja perangkat daerah, kantor kecamatan atau nama lain dan kantor kelurahan/desa atau nama lain;
d. rumah jabatan kepala daerah dan wakil kepala daerah;
e. bangunan sekolah/fasilitas pendidikan milik pemerintah daerah.
(3) Penempatan logo daerah di bagian luar bangunan resmi pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak lebih tinggi atau sejajar dengan posisi penempatan lambang negara.
(4) Penempatan logo daerah di bagian dalam bangunan resmi pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada:
a. ruang kerja kepala daerah dan wakil kepala daerah;
b. ruang sidang Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Majelis Rakyat Papua, Dewan Perwakilan Rakyat Papua, Majelis Permusyawaratan Ulama di Aceh, Dewan Perwakilan Rakyat Aceh, dan Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten/Kota di Aceh;
c. ruang kerja kepala satuan kerja perangkat daerah, kantor kecamatan atau nama lain dan kantor kelurahan/desa atau nama lain;
d. ruang tamu di rumah jabatan kepala daerah dan wakil kepala daerah;
e. ruang kepala sekolah/pimpinan lembaga pendidikan, ruang guru, ruang tata usaha, ruang kelas, ruang pertemuan/ aula dan ruang tamu pada bangunan sekolah/fasilitas pendidikan milik pemerintah daerah.

(5) Penempatan logo daerah di dalam gedung bangunan resmi pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak lebih tinggi atau sejajar dengan posisi penempatan lambang negara.

Pasal 14

(1) Logo daerah dapat ditempatkan bersama-sama dengan logo lembaga lain/badan usaha komersial pada ruang terbuka dan/atau ruang tertutup.
(2) Penempatan logo lembaga lain/badan usaha komersial tidak lebih tinggi dari posisi logo daerah.

Pasal 15

(1) Logo daerah yang digunakan pada kop surat satuan kerja perangkat daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) ditempatkan di bagian paling atas posisi tengah kertas.
(2) Logo daerah pada stempel satuan kerja perangkat daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) digunakan pada surat-surat resmi satuan kerja perangkat daerah, kantor kecamatan atau nama lainnya, kantor kelurahan/desa atau nama lainnya dan ditempatkan di sebelah kiri tandatangan pimpinan satuan kerja perangkat daerah, kecamatan atau nama lainnya, kelurahan/desa atau nama lainnya.

Pasal 16

(1) Logo daerah yang digunakan sebagai lencana atau gambar dan/atau kelengkapan busana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) ditempatkan pada dada kiri atas atau kerah baju atau topi.
(2) Penempatan logo daerah sebagai lencana atau gambar dan/atau kelengkapan busana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak lebih tinggi atau sejajar dengan penempatan lencana lambang negara.

Pasal 17

(1) Bendera daerah yang digunakan pada bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) dapat ditempatkan di bagian luar dan/atau di bagian dalam bangunan resmi pemerintahan daerah.
(2) Penempatan bendera daerah di bagian luar bangunan resmi pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan pada :
a. kantor kepala daerah;
b. rumah jabatan kepala daerah dan wakil kepala daerah.
(3) Penempatan bendera daerah di bagian luar bangunan resmi pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak lebih tinggi atau sejajar dengan bendera negara.
(4) Penempatan bendera daerah di bagian dalam bangunan resmi pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan pada:
a. ruang tamu dan ruang kerja kepala daerah dan wakil kepala daerah;
b. ruang rapat utama pada kantor kepala daerah;
c. ruang kerja pimpinan dan ruang sidang Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Majelis Rakyat Papua, Dewan Perwakilan Rakyat Papua, Majelis Permusyawaratan Ulama di Aceh, Dewan Perwakilan Rakyat Aceh, dan Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten/Kota di Aceh;
d. ruang tamu di rumah jabatan kepala daerah dan wakil kepala daerah;
e. ruang kerja camat atau nama lain dan kepala desa atau nama lain;
f. ruang kepala sekolah/pimpinan lembaga pendidikan pada bangunan sekolah/fasilitas pendidikan milik pemerintah daerah.
(5) Penempatan bendera daerah di dalam gedung bangunan resmi pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak lebih tinggi atau sejajar dengan bendera negara.
(6) Dalam hal bendera daerah ditempatkan berdampingan dengan bendera negara, bendera daerah diposisikan di sebelah kanan.

Pasal 18

Bendera daerah tidak dikibarkan pada upacara memperingati hari-hari besar kenegaraan di daerah, upacara hari ulang tahun daerah, dan/atau upacara/apel bendera lainnya.

Pasal 19

Bendera daerah yang digunakan pada gapura tanda batas antarprovinsi, kabupaten dan kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) ditempatkan lebih tinggi dari bendera atau umbul-umbul badan usaha komersial.

Pasal 20

(1) Bendera daerah yang digunakan sebagai lencana atau gambar dan/atau kelengkapan busana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) ditempatkan pada dada kiri atas atau kerah baju atau topi.
(2) Penempatan bendera daerah sebagai lencana atau gambar dan/atau kelengkapan busana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak lebih tinggi atau sejajar dari lencana lambang negara.

BAB VI
PEMBINAAN

Pasal 21

(1) Menteri melakukan pembinaan terhadap penggunaan dan penempatan, serta sosialisasi lambang daerah provinsi, kabupaten/kota.

(2) Gubernur membantu Menteri dalam pembinaan terhadap penggunaan dan penempatan, serta sosialisasi lambang daerah kabupaten/kota.
(3) Hasil pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaporkan kepada Menteri.
(4) Pedoman pembinaan terhadap penggunaan dan penempatan, serta sosialisasi lambang daerah ditetapkan lebih lanjut dengan Peraturan Menteri.
(5) Penggunaan dan penempatan, serta sosialisasi lambang daerah kabupaten/kota dilaporkan oleh bupati/walikota kepada Menteri melalui Gubernur.

BAB VII
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 22

(1) Daerah yang belum memiliki logo dan bendera dapat menyusun logo dan bendera daerah.
(2) Daerah yang telah memiliki lambang daerah tetap dapat menggunakan lambang daerah yang telah ada sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Pemerintah ini.

BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 23

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 10 Desember 2007
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 10 Desember 2007
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

ANDI MATTALATTA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2007 NOMOR 161



PENJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 77 TAHUN 2007
TENTANG
LAMBANG DAERAH

I.UMUM

Bahwa dalam menyelenggarakan otonomi daerah, pemerintahan daerah mempunyai kewajiban antara lain melindungi masyarakat, menjaga persatuan, kesatuan, kerukunan nasional, dan melestarikan nilai sosial budaya dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pelestarian nilai sosial budaya masyarakat daerah antara lain direfleksikan dalam lambang daerah sebagai tanda identitas daerah dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sebagai tanda identitas, lambang daerah menggambarkan potensi daerah, harapan masyarakat daerah dan semboyan yang melukiskan semangat untuk mewujudkan harapan dimaksud. Sedemikian pentingnya lambang daerah bagi masyarakat daerah, sehingga pemerintah daerah menuangkannya dalam peraturan daerahnya masing masing. Masalah mulai muncul ketika daerah-daerah otonom baru hasil pemekaran hendak membuat lambang daerah, ternyata belum ada acuan peraturan perundang-undangan di tingkat nasional untuk menjadi rujukan.
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh dan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua secara khusus telah mengatur hal-hal yang terkait dengan lambang daerah yang meliputi bendera dan himne, yang tujuannya antara lain untuk melestarikan nilai sosial budaya masyarakatnya.
Berdasarkan hal di atas, maka diperlukan adanya pengaturan lebih lanjut mengenai lambang daerah untuk menjadi pedoman bagi pemerintah daerah dan masyarakat di seluruh daerah di Indonesia dalam membuat lambang daerah.
Peraturan Pemerintah ini menetapkan kriteria ketentuan umum, jenis lambang daerah, kedudukan dan fungsi, desain, penggunaan dan penempatan, pembinaan, dan ketentuan peralihan, serta ketentuan penutup.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Cukup jelas.
Pasal 3
Cukup jelas.
Pasal 4
Cukup jelas.



Pasal 5
Yang dimaksud dengan peraturan daerah termasuk peraturan daerah khusus Provinsi, Kabupaten/Kota di Papua dan qanun Provinsi, Kabupaten/Kota di Aceh.
Pasal 6
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Desain logo dan bendera daerah tidak mempunyai persamaan dengan desain logo dan bendera daerah lain, partai politik, organisasi kemasyarakatan, atau negara lain dimaksudkan agar tidak terjadi kerancuan terhadap lambang institusi atau kelembagaan pemerintah daerah maupun organisasi kemasyarakatan dan partai politik di daerah. Begitu pula terhadap desain logo dan bendera negara lain yang dilindungi peraturan perundang-undangan.
Desain logo dan bendera daerah menggambarkan potensi daerah, harapan masyarakat, serta semangat untuk meraih cita cita dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan desain logo dan bendera organisasi terlarang atau organisasi/ perkumpulan/lembaga/gerakan separatis dalam ketentuan ini misalnya logo dan bendera bulan sabit yang digunakan oleh gerakan separatis di Provinsi Aceh, logo burung mambruk dan bintang kejora yang digunakan oleh gerakan separatis di Provinsi Papua, serta bendera benang raja yang digunakan oleh gerakan separatis di Provinsi Maluku.
Pasal 7
Cukup jelas.
Pasal 8
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Peraturan perundang-undangan dimaksud adalah Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.


Pasal 9
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan dokumen perjanjian pada ketentuan ini meliputi letter of intent, memorandum of understanding, administrative arrangement, dan plan of operation atau nama lainnya.
Pasal 10
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud pertemuan resmi pada ayat ini adalah pertemuan kepala daerah dengan mitra kerja/badan/ lembaga dari luar negeri dapat dipasang bendera daerah sebagai pendamping Bendera Negara dan bendera dari daerah/negara bagian/teritory sebagai pendamping dari bendera negara yang bersangkutan.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 11
Cukup jelas.
Pasal 12
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan acara resmi nasional di daerah antara lain misalnya peringatan hari ulang tahun Republik Indonesia, hari sumpah pemuda, dan hari pahlawan.
Yang dimaksud dengan acara resmi daerah antara lain misalnya peringatan hari ulang tahun daerah, festival kebudayaan daerah, dan pekan olah raga daerah.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 13
Cukup jelas.
Pasal 14
Cukup jelas.
Pasal 15
Cukup jelas.
Pasal 16
Cukup jelas.
Pasal 17
Cukup jelas.
Pasal 18
Yang dimaksud dengan "dikibarkan" pada ketentuan ini adalah dipasang dan dinaikkan pada tiang bendera utama dengan diiringi lagu/himne daerah.

Pasal 19
Cukup jelas.
Pasal 20
Cukup jelas.
Pasal 21
Cukup jelas.
Pasal 22
Cukup jelas.
Pasal 23
Cukup jelas.

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4790

Arti Lambang Garuda Pancasila

Arti dari Lambang Garuda Pancasila



Garuda adalah mitos dalam mitologi Hindu dan Budha. Garuda dalam mitologi Hindu dan Bhuda digambarkan sebagai makhluk separuh burung (sayap, paruh, cakar) dan separuh manusia (tangan dan kaki). Lambang garuda diambil dari penggambaran kendaraan Batara Wisnu yakni garudeya. Garudeya itu sendiri dapat kita temui pada salah satu pahatan di Candi Kidal yang terletak di Kabupaten Malang tepatnya: Desa Rejokidal, Kecamatan Tumpang, Kabupaten Malang, Jawa Timur.

Garuda sebagai lambang negara menggambarkan kekuatan dan kekuasaan dan warna emas melambangkan kejayaan, karena peran garuda dalam cerita pewayangan Mahabharata dan Ramayana. Posisi kepala garuda menengok lurus ke kanan.

Jumlah bulu melambangkan hari proklamasi kemerdekaan Indonesia (17 Agustus 1945), antara lain:

* Jumlah bulu pada masing-masing sayap berjumlah 17
* Jumlah bulu pada ekor berjumlah 8
* Jumlah bulu di bawah perisai/pangkal ekor berjumlah 19
* Jumlah bulu di leher berjumlah 45

Perisai
Perisai merupakan lambang pertahanan negara Indonesia. Gambar perisai tersebut dibagi menjadi lima bagian: bagian latar belakang dibagi menjadi empat dengan warna merah putih berselang seling (warna merah-putih melambangkan warna bendera nasional Indonesia, merah berarti berani dan putih berarti suci), dan sebuah perisai kecil miniatur dari perisai yang besar berwarna hitam berada tepat di tengah-tengah. Garis lurus horizontal yang membagi perisai tersebut menggambarkan garis khatulistiwa yang tepat melintasi Indonesia di tengah-tengah.

Emblem
Setiap gambar emblem yang terdapat pada perisai berhubungan dengan simbol dari sila Pancasila.

Bintang Tunggal
Sila ke-1: Ketuhanan Yang Maha Esa. Perisai hitam dengan sebuah bintang emas berkepala lima menggambarkan agama-agama besar di Indonesia, Islam, Kristen, Hindu, Buddha, dan juga ideologi sekuler sosialisme.

Rantai Emas
Sila ke-2: Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab. Rantai yang disusun atas gelang-gelang kecil ini menandakan hubungan manusia satu dengan yang lainnya yang saling membantu. Gelang yang lingkaran menggambarkan wanita, gelang yang persegi menggambarkan pria.

Pohon Beringin
Sila ke-3: Persatuan Indonesia. Pohon beringin (Ficus benjamina) adalah sebuah pohon Indonesia yang berakar tunjang - sebuah akar tunggal panjang yang menunjang pohon yang besar tersebut dengan bertumbuh sangat dalam ke dalam tanah. Ini menggambarkan kesatuan Indonesia. Pohon ini juga memiliki banyak akar yang menggelantung dari ranting-rantingnya. Hal ini menggambarkan Indonesia sebagai negara kesatuan namun memiliki berbagai akar budaya yang berbeda-beda.

Kepala Banteng
Sila ke-4: Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan. Binatang banteng (Latin: Bos javanicus) atau lembu liar adalah binatang sosial, sama halnya dengan manusia cetusan Presiden Soekarno dimana pengambilan keputusan yang dilakukan bersama (musyawarah), gotong royong, dan kekeluargaan merupakan nilai-nilai khas bangsa Indonesia.

Padi Kapas

Sila ke-5: Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Padi dan kapas (yang menggambarkan sandang dan pangan) merupakan kebutuhan pokok setiap masyarakat Indonesia tanpa melihat status maupun kedudukannya. Hal ini menggambarkan persamaan sosial dimana tidak adanya kesenjangan sosial satu dengan yang lainnya, namun hal ini bukan berarti bahwa negara Indonesia memakai ideologi komunisme.

Motto

Pita yang dicengkeram oleh burung garuda bertuliskan semboyan negara Indonesia, yaitu Bhinneka Tunggal Ika. Bhinneka Tunggal Ika berasal dari kalimat bahasa Jawa Kuno karangan Mpu Tantular yang berarti “Walaupun berbeda-beda tetapi tetap satu” yang menggambarkan keadaan bangsa Indonesia yang terdiri atas beraneka ragam suku, budaya, adat-istiadat, kepercayaan, namun tetap adalah satu bangsa, bahasa, dan tanah air.

Sumber:
* http://id.wikipedia.org/wiki/Garuda-Pancasila
* http://id.wikipedia.org/wiki/Garuda
* http://id.wikipedia.org/lambang Indonesia
* http://ichsany.wordpress.com

Sejarah Lambang Garuda Pancasila

Sejarah Lambang Negara Garuda Pancasila

Sewaktu Republik Indonesia Serikat dibentuk, Sultan Hamid II diangkat menjadi Menteri Negara Zonder Porto Folio dan selama jabatan menteri negara itu ia ditugaskan Presiden Soekarno merencanakan, merancang dan merumuskan gambar lambang negara.


Tanggal 10 Januari 1950 dibentuk Panitia Teknis dengan nama Panitia Lencana Negara di bawah koordinator Menteri Negara Zonder Porto Folio Sultan Hamid II dengan susunan panitia teknis Muhammad Yamin sebagai ketua, Ki Hajar Dewantoro, M. A. Pellaupessy, Mohammad Natsir, dan RM Ngabehi Purbatjaraka sebagai anggota. Panitia ini bertugas menyeleksi usulan rancangan lambang negara untuk dipilih dan diajukan kepada pemerintah.


LAMBANG PERTAMA






Merujuk keterangan Bung Hatta dalam buku "Bung Hatta Menjawab" untuk melaksanakan Keputusan Sidang Kabinet tersebut Menteri Priyono melaksanakan sayembara. Terpilih dua rancangan lambang negara terbaik, yaitu karya Sultan Hamid II dan karya M. Yamin. Pada proses selanjutnya yang diterima pemerintah dan DPR adalah rancangan Sultan Hamid II. Karya M. Yamin ditolak karena menyertakan sinar-sinar matahari dan menampakkan pengaruh Jepang.

Setelah rancangan terpilih, dialog intensif antara perancang (Sultan Hamid II), Presiden RIS Soekarno dan Perdana Menteri Mohammad Hatta, terus dilakukan untuk keperluan penyempurnaan rancangan itu. Terjadi kesepakatan mereka bertiga, mengganti pita yang dicengkeram Garuda, yang semula adalah pita merah putih menjadi pita putih dengan menambahkan semboyan "Bhinneka Tunggal Ika".


LAMBANG KEDUA










Pada tanggal 8 Februari 1950, rancangan final lambang negara yang dibuat Menteri Negara RIS, Sultan Hamid II diajukan kepada Presiden Soekarno. Rancangan final lambang negara tersebut mendapat masukan dari Partai Masyumi untuk dipertimbangkan, karena adanya keberatan terhadap gambar burung garuda dengan tangan dan bahu manusia yang memegang perisai dan dianggap bersifat mitologis.

Sultan Hamid II kembali mengajukan rancangan gambar lambang negara yang telah disempurnakan berdasarkan aspirasi yang berkembang, sehingga tercipta bentuk Rajawali – Garuda Pancasila dan disingkat Garuda Pancasila. Presiden Soekarno kemudian menyerahkan rancangan tersebut kepada Kabinet RIS melalui Moh Hatta sebagai perdana menteri.

AG Pringgodigdo dalam bukunya "Sekitar Pancasila" terbitan Departemen Hankam, Pusat Sejarah ABRI menyebutkan, rancangan lambang negara karya Sultan Hamid II akhirnya diresmikan pemakaiannya dalam Sidang Kabinet RIS. Ketika itu gambar bentuk kepala Rajawali Garuda Pancasila masih "gundul" dan "'tidak berjambul"' seperti bentuk sekarang ini.

Inilah karya kebangsaan anak-anak negeri yang diramu dari berbagai aspirasi dan kemudian dirancang oleh seorang anak bangsa, Sultan Hamid II Menteri Negara RIS. Presiden Soekarno kemudian memperkenalkan untuk pertama kalinya lambang negara itu kepada khalayak umum di Hotel Des Indes, Jakarta pada 15 Februari 1950.


LAMBANG KETIGA









Penyempurnaan kembali lambang negara itu terus diupayakan. Kepala burung Rajawali Garuda Pancasila yang "gundul" menjadi "berjambul" dilakukan. Bentuk cakar kaki yang mencengkram pita dari semula menghadap ke belakang menjadi menghadap ke depan juga diperbaiki, atas masukan Presiden Soekarno.

Tanggal 20 Maret 1950, bentuk akhir gambar lambang negara yang telah diperbaiki mendapat disposisi Presiden Soekarno, yang kemudian memerintahkan pelukis istana, Dullah, untuk melukis kembali rancangan tersebut sesuai bentuk akhir rancangan Menteri Negara RIS Sultan Hamid II yang dipergunakan secara resmi sampai saat ini.


LAMBANG KEEMPAT